Selasa, 18 Januari 2011

Check list Milestone bayi

USIA 1 BULAN
* Mengangkat kepala saat tengkurap
* Menanggapi suara
* Menatap wajah orang di dekatnya
* mengikuti benda dengan mata
* Berbunyi : "oooh" dan "aaah"
* Bisa melihat pola hitam-putih
* Tersenyum dan tertawa
* Mengangkat kepala 45 derajat

USIA 2 BULAN
* Cooing ( mendekut )
* Mata mengikuti benda yang bergerak di hadapannya
* Mengenali tangannya
* Mengangkat kepala sebentar - sebentar
* Senyum, tertawa
* Mengangkat kepala 45 derajat
* Membuat gerakan halus
* Mengangka kepala lebih lama
* Mengangkat kaki
* Memutar kepala dan bahu saat tengkurap

USIA 3 BULAN
* Mengenali wajah anda
* Mengankat kepala lebih lama
* Memandang benda begerak
* Mendekut ( cooing )
* Meniup ludah
* Mengenali suara anda
* Melakukan mini push up
* Berguling
* Mencari sumber suara
* Menyatukan tangan kanan dan kiri
* Memegang mainan

#sumber : perawatan bayi baru seri ayah bunda

Senin, 24 Agustus 2009

Erisipelas

Definisi

Erisipelas merupakan infeksi kulit akut, biasanya disebabkan oleh kuman Streptococcus ß haemolyticus grup A pada lapisan dermis yang masuk melalui kulit yang rusak dan sering mengenai ekstremitas bawah dan wajah.1

Epidemiologi

Insiden erisipelas dilaporkan mengalami penurunan seiring dengan perkembangan antibiotik, perbaikan sanitasi, dan penurunan virulensi kuman penyebab. Erisipelas dapat mengenai semua golongan umur. Erisipelas lebih sering terjadi pada wanita, tetapi ditemukan juga pada laki-laki usia muda karena lebih cenderung bergerak aktif.2

Etiopatogenesis

Erisepelas dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, yang paling sering adalah bakteri Streptococcus β hemolyticus grup A dan jarang disebabkan oleh Staphylococcus aureus.1,3,4

Infeksi kuman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sifat biologik kuman, cara host memberikan respon, dan port d’entre kuman. Jika port d’entre pada kulit atau selaput lendir dapat terjadi erisepelas.5

Masuknya bakteri melalui kulit yang trauma merupakan awal terbentuknya erisipelas. Kelainan kulit yang sudah ada seperti eksema pada muka dan telinga, fisura pada mukosa, mikosis interdigitalis dan luka pada kulit sering menjadi pintu masuk kuman. Faktor lokal lain seperti insuffisiensi vena, ulkus stasis, dermatitis, gigitan serangga dan luka operasi juga di perkirakan sebagai pintu masuk. Hal ini disebabkan karena terjadi kerusakan epidermis, maka fungsi kulit sebagai pelindung akan terganggu sehingga memudahkan terjadinya infeksi.2,3,6

Erisipelas yang terjadi pada wajah sering disebabkan bakteri komensal nasopharing. Hal ini dibuktikan tiga kasus erisipelas terdapat satu kasus faringitis yang disebabkan Streptococcus.2

Faktor predisposisi lain, seperti higiene yang kurang menyebabkan kulit manusia tidak steril sehingga memudahkan pertumbuhan mikroorganisme. Permukaan kulit mengandung banyak bahan makanan atau nutrisi untuk mikroorganisme berkembang biak. Bahan-bahan tersebut antara lain : lemak, bahan-bahan yang mengandung mineral, nitrogen, dan lain-lain yang merupakan hasil tambahan proses keratinisasi atau hasil dari adneksa kulit.5

Menurunnya daya tahan tubuh merupakan faktor lain yang dapat memudahkan infeksi kuman seperti misalnya pada keadaan kekurangan gizi, kakheksia, anemia, penyakit kronik, neoplasma, infeksi Human Imunodeficiency Virus. Pada penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol, lebih rentan terhadap infeksi bakteri. Pada diabetes mellitus kadar gula darah kulit meningkat sampai 69-71% dari glukosa darah (normal 55%). Hal tersebut akan mempermudah tumbuhnya koloni Streptococcus dan Staphylococcus.7,8,9

Pada pecandu alkohol, terjadi perubahan metabolisme asam lemak di dalam tubuh. Pada keadaan ini banyak dihasilkan asam lemak jenuh daripada asam lemak tak jenuh. Sehingga barier kimiawi kulit yang umumnya terbentuk dari asam lemak tak jenuh mengalami penurunan, hal ini memudahkan terjadinya infeksi kulit.5

Port d entrée kuman Streptococcus penyebab erisipelas cenderung pada tempat anatomik yang drainasenya terganggu, seperti pada penderita sindroma nefrotik yang mengalami limfedema kronik.6

Diagnosis

Anamnesis

Pasien erisipelas biasanya datang dengan keluhan utama bercak berwarna merah cerah pada kulit yang disertai gatal. Daerah yang dikenai biasanya tungkai bawah.1

Gejala konstitusi dapat berupa demam tinggi yang kadang bisa disertai menggigil, diikuti adanya kemerahan pada kulit yang nyeri satu sampai dua hari sesudahnya. sakit kepala dan muntah.3,10

Erisepelas biasanya didahului oleh adanya riwayat trauma, dimana daerah ini merupakan port d’entree untuk infeksi, sehingga perlu ditanyakan adanya trauma minor sampai adanya riwayat operasi. Faktor predisposisi yang ditanyakan seperti riwayat diabetes mellitus, riwayat alkohol, infeksi yang lama, sindroma nefrotik, faringitis.11,12

Gambaran Klinis

Sebanyak 70 – 80 % erisipelas mengenai ekstremitas, biasanya mengenai tungkai bawah karena penyakit ini sering didahului oleh trauma dan sekitar 5 – 20 % mengenai wajah. Masa inkubasi 2­5 hari, penderita biasanya demam tinggi (pada bayi sering diikuti konvulsi), sakit kepala, lesu dan muntah-muntah.1,13,14

Lapisan kulit yang diserang adalah epidermis dan dermis. Pada daerah kulit yang terkena terlihat makula eritematous, edem, nyeri tekan dan tanda-tanda radang akut. Kadang-kadang dijumpai vesikel-vesikel kecil pada tepinya. Dapat juga dijumpai bentuk bulosa dan dapat mengenai kelenjer limfe dan menyebabkan limfangitis. 1,2,14

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil LED yang tinggi dan pada darah tepi didapatkan leukositosis 15.000- 20.000 / mm3. Pada pemeriksaan urin ditemukan proteinuria dan hematuria bila telah ada komplikasi pada ginjal.15

Kultur bakteri dari tempat masuknya bakteri akan membantu menunjukkan penyebab erisipelas. Medium biakan yang sering digunakan antara lain agar nutrien dan agar darah.13

Diagnosis banding

1. Selulitis.

Selulitis adalah radang kulit dan subkutis yang cenderung meluas kearah samping. Penyakit ini mempunyai etiologi, gejala konstitusi dan tempat predileksi yang sama dengan erisipelas. Effloresensinya makula eritematosa, ukurannya mulai dari numular sampai plakat, di atasnya terdapat fistel-fistel yang mengeluarkan sekret seropurulen, batas tidak tegas dapat disertai dengan rasa gatal yang meningkat,dan terasa panas pada lesi.16,17

2. Flegmon.

Flegmon adalah infeksi lokal yang dalam dari jaringan ikat dermis, otot dan alat-alat gerak yang di sertai supurasi, disebabkan oleh Streptococcus dan Staphylococcus dengan progresifitas yang tinggi dan tendensi meluas ke samping yang berawal dari kulit yang luka, dan infeksi kulit.18

3. Dermatitis kontak toksika

Dermatitis kontak toksik adalah dermatitis yang timbul setelah kontak dengan kontaktan eksterna melalui proses toksik. Lesinya bersifat polimorfik. Penyebabnya adalah iritan primer seperti asam kuat dan basa kuat, dimana hasil pemeriksaan labor dalam batas normal.18

4. Erisipeloid

Erisipeloid adalah infeksi lokal oleh Erysipelotrix rhusiopatiae terjadi setelah kontak dengan daging yang terinfeksi, berupa perubahan kulit lokal yang menyerupai erisepelas, lesi berbatas tegas, tidak beraturan, pada bagian tengah berwarna merah keunguan, dan daerah tepi meninggi yang berwarna merah terang. Keadaan umum tidak terganggu, tidak ada peningkatan suhu tubuh.19

5. Lupus Eritematosus Diskoid

Lupus eritematosus diskoid merupakan penyakit yang menyerang sistem konektif dan vaskuler yang bersifat kronik dan tidak berbahaya. Kelainan biasanya berlokalisasi simetrik di muka, telinga atau leher. Lesi terutama bercak makula eritem, berbatas tegas dengan ukuran numular sampai plakat dengan gambaran kupu-kupu.18

Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul pada penyakit erisepelas adalah endokarditis. Staphylococcus Scalded Skin Syndrome, bursitis, osteitis, artritis, osteoartritis dan tendinitis.2,4,6

Jika tidak diobati akan menjalar ke sekitarnya terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama dapat terjadi elephantiasis.1

Penatalaksanaan

Umum1,15

1. Menjaga kebersihan tubuh

2. Menjaga kebersihan lingkungan

3. Mengatasi faktor predisposisi

4. Istirahat, tungkai bawah dan kaki yang diserang ditinggikan (elevasi), tingginya sedikit lebih tinggi daripada letak jantung.

Khusus

1. Sistemik

· Penisilin resisten-penisilinase

Yang termasuk golongan ini salah satunya dikloksasilin. Dosis untuk dewasa 4 x 250 – 500 mg per oral selama 10 hari. Dosis untuk anak-anak jika berat badan kurang dari 40 kg, 12,5 mg/kgbb/hari per oral di bagi 4 dosis. Jika berat badan besar dari 40 kg dosisnya 125 mg peroral setiap 6 jam. Obat ini tidak boleh diberikan pada orang dengan hipersensitivitas. Dikloksasilin relatif aman diberikan pada saat kehamilan.3

· Linkomisin dan Klindamisin

Dosis linkomisin untuk dewasa 3 x 500 mg sehari sedangkan untuk anak 30 – 60 mg/kgbb terbagi dalam 3 atau 4 kali pemberian tiap hari. Dosis klindamisin untuk orang dewasa 4 x 150 mg sehari, sedangkan untuk anak 8 – 16 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis. Obat ini efektif untuk erisipelas disamping golongan obat penisilin resisten-penisilinase. Pemakaian linkomisin sekarang sudah digantikan dengan klindamisin karena potensi antibakterialnya lebih besar, efek sampingnya lebih sedikit, pada pemberian peroral tidak dihambat oleh adanya makanan dalam lambung. Efek samping obat ini adalah diare, kemerahan pada kulit dan kolitis pseudomembranosa.1,3,20

· Eritromisin

Pada penderita yang alergi terhadap penisilin diberikan eritomisin (dewasa 4 x 250-500 mg per oral selama 10 hari; anak-anak 30-­50 mg/kgbb/ hari per oral) selama 7­-14 hari. Obat ini tidak boleh diberikan pada orang dengan hipersensitivitas dan gangguan hepar namun relatif aman diberikan pada saat kehamilan. Efek samping obat ini antara lain reaksi alergi, gangguan fungsi hepar dan iritasi saluran cerna seperti mual, muntah dan nyeri epigastrium.1,20

· Cefazolin

Dosis cefazolin untuk orang dewasa 3 x 1 gram sehari, sedangkan untuk anak 50 – 100 mg/kgbb/hari dibagi 3 dosis. Obat diberikan secara intravena. Efek samping obat ini menyebabkan gangguan ginjal dan dikontraindikasikan pada pasien yang hipersensitif.21

· Vancomicin

Penggunaan antibiotik ini diindikasikan pada pasien yang resisten terhadap penicillin dan sefalosporin. Dosis obat untuk dewasa 1 gram atau 15 mg per kg BB intravena. Dosis pada anak 30-40 mg per kg BB intravena. Obat ini menyebabkan, hipotensi, gangguan ginjal, netropenia, dan dikontraindikasikan pada pasien yang hipersensitif.21

Topikal

Pengobatan topikal secara lokal dapat diberikan kompres terbuka. Bila vesikel atau bulla sudah pecah dapat dikompres dengan rivanol 1‰, larutan permanganas kalikus 1/5000, yodium povidon 7,5% yang dilarutkan 10 kali di lakukan 3 kali sehari masing-masing 1 jam selama keadaan akut. Setelah cairan mengering dilanjutkan dengan pemberian topikal antibiotika seperti kombinasi basitrasin dan polimiksin B, salap atau krim asam fusidat 2%, dan mupirasin 2%.Bila ada abses dapat dilakukan insisi.1

Basitrasin hanya digunakan secara topikal untuk berbagai infeksi kulit karena pemberian sistemik bersifat nefrotoksik. Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil dan menyusui. Sediaan basitrasin salap 500 unit/ gram.22

Kombinasi polimiksin dengan basitrasin menghasilkan suatu salap antibakteri dan meningkatkan aktivitas dari anti bakteri. Efek sampingnya antara lain dermaitis alergi, ototoksisitas, konjungtivitis, nefrotoksisitis, reaksi alergi. Sediaan krim atau salap yang mengandung 5000 sampai 10000 unit polimiksin B per gram. 22

Prognosis

Quo ad sanationam, quo ad vitam, quo ad kosmetikum, quo ad functionam umumnya baik, akan tetapi apabila sudah terjadi komplikasi dapat mengancam jiwa. Sebagian besar kasus sembuh dengan penggunaan antibiotik tanpa gejala sisa. Akan tetapi rekurensi dilaporkan terjadi sampai 20% pada pasien dengan faktor predisposisi.11

Rabu, 15 Juli 2009

Kalimat Terakhir

Terbujur kaku tubuh membiru
Tatapan kosong meratapi atap ruang ini
"Lepas sudah beban hidup kurasa", terlihat dari senyuman miring di bibirnya..
Menetes air mata sang istri
teringat janji sehidup semati

Dua tangan keriput sang kekasih berpegang erat untuk terakhir kali
Terucap kata cinta terakhir walau terpatah kepada sang istri tercinta,"Aku sangat mencintaimu seumur hidupku.."
"Walau tatapanku kini telah pudar, kau masih terlihat sangat cantik seperti ketika dulu kala kucuri pandang padamu waktu kita sekolah dulu"
"Kutitipkan kisah kita padamu wahai istriku.. Kan kutunggu dirimu di gerbang itu"

Terucaplah sudah kesaksian kepada Sang Ilahi..
Berhembus nafas terakhir di pangkuan teman sejati

Air mata berlinang membasahi pipi sang istri
Ketika kupastikan tak ada lagi tanda-tanda kehidupan..

Kutinggalkan pasangan itu berdua
Sayup terdengar olehku "Suamiku, kan kujaga cinta itu.. Kan kuwariskan kepada anak cucu"
"Kita akan ketemu di gerbang itu..
Tunggulah diriku.."

surveilans gizi

Masalah gizi menjadi masalah kesehatan utama di negara berkembang dan salah satu penyebab kesakitan dan kematian paling sering pada anak di seluruh dunia. Gizi buruk merupakan penyebab langsung dari 300.000 kematian anak setiap tahunnya dan secara tidak langsung bertanggung jawab terhadap setengah dari seluruh kematian anak. WHO ( World Health Organization ) memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi buruk.1

Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait.2

Bagan 1. Penyebab kurang gizi3

Meskipun sering berkaitan dengan masalah kekurangan pangan, masalah gizi ini pemecahannya tidak selalu berupa peningkatan produksi dan pengadaan pangan. Pada kasus tertentu, seperti dalam keadaan krisis ( bencana kekeringan, perang, kekacauan sosial, krisis ekonomi), masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, yaitu kemampuan rumah tangga memperoleh makanan untuk semua anggotanya. Menyadari hal itu, peningkatan status gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang menjamin setiap anggota masyarakat untuk memperoleh makanan yang cukup jumlah dan mutunya. Dalam konteks itu masalah gizi tidak lagi semata-mata masalah kesehatan tetapi juga masalah kemiskinan, pemerataan, dan masalah kesempatan kerja.1

Upaya perbaikan gizi dengan ruang lingkup nasional dimulai pada tahun 1980. Diawali dengan berbagai survei dasar, disusun strategi dan kebijakan yang pada umumnya melibatkan berbagai sektor terkait. Keberhasilan program perbaikan gizi dinilai berdasarkan laporan rutin dan juga survei berkala melalui survei khusus maupun diintegrasikan pada survei nasional seperti Susenas (Survei Sosial Ekonomi nasional), Survei Kesehatan Rumah Tangga dan lain-lain.3

Salah satu program pemerintah dalam rencana strategis departemen kesehatan tahun 2005 – 2009 adalah perbaikan gizi masyarakat. Program ini bertujuan meningkatkan kesadaran gizi keluarga dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat terutama pada ibu hamil, bayi dan balita, serta usia produktif. Sasaran program ini yaitu :4

a. Mencegah meningkatnya prevalensi kegemukan pada balita menjadi setinggi-tingginya 5%, pada anak sekolah dan orang dewasa menjadi setinggi-tingginya 10%.

b. Meningkatnya cakupan ibu hamil yang mendapatkan tablet Fe menjadi 80%.

c. Menurunnya prevalensi anemia gizi besi pada ibu hamil dan ibu nifas menjadi 40%.

d. Meningkatnya cakupan ASI eksklusif menjadi 80%.

e. Meningkatnya cakupan Balita yang mendapatkan Vit A menjadi 80%.

Prevalensi nasional gizi buruk pada balita adalah 5,4%, dan gizi kurang pada balita adalah 13,0%. Keduanya menunjukkan bahwa baik target Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi sebesar 20%, maupun target Millenium Development Goals (MDGs) pada 2015 sebesar 18,5% telah tercapai pada 2007. Namun demikian, sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi gizi buruk dan gizi kurang diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua.5

Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di propinsi Sumatera Barat sudah mencapai target nasional perbaikan gizi tahun 2015 yakni sebesar 20%, walaupun masih kurang dari MDGs 2015 yaitu sebesar 18,5%. Prevalensi balita pendek dan sangat pendek sedikit berada di bawah angka nasional yakni sebesar 36,5%. Prevalensi balita kurus dan sangat kurus sebesar 15,7%, dan sudah berada pada kondisi yang dianggap serius. Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang untuk Kota Padang sebesar 3,1% dan 12,2%, dan gizi baik sebesar 80,8% dan gizi lebih sebesar 3,9%.6

Ada beberapa kelompok dalam masyarakat yang paling mudah menderita gangguan kesehatannya atau rentan karena kekurangan gizi. Biasanya kelompok rentan gizi ini berhubungan dengan proses kehidupan manusia, oleh sebab itu, kelompok ini terdiri dari kelompok umur tertentu dalam siklus kehidupan manusia. Pada kelompok-kelompok umur tersebut berada pada suatu siklus pertumbuhan atau perkembangan yang memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang lebih besar dari kelompok umur yang lain. Oleh sebab itu apabila kekurangan zat gizi maka akan terjadi gangguan gizi atau kesehatannya.7

Kelompok-kelompok rentan gizi ini terdiri dari :3,7

Bagan 2. Kelompok penduduk rawan gizi

Analisis situasi yang terus menerus, baik dalam bentuk besarnya masalah maupun faktor-faktor yang berkaitan dengan masalah tersebut, perlu dilakukan mulai dari tingkat administrasi terendah di tingkat desa sampai dengan tingkat nasional. Dengan demikian Surveilans gizi diperlukan dengan berlandaskan pada kerangka konsep yang diperkenalkan UNICEF (Bagan 1) agar sasaran (target) penduduk yang berisiko rawan gizi (Bagan 2) dapat diketahui untuk kepentingan intervensi.3

Beberapa indikator penting yang berkaitan dengan surveilans gizi yang diajukan oleh direktorat gizi masyarakat adalah sebagai berikut :3


Masalah gizi


Kecamatan

Kabupaten/Kota

Propinsi

Pusat

1. BBLR

Indikator

Penapisan kasus BBLR

Jumlah kasus BBLR/kec

Prevalensi BBLR

Prevalensi BBLR

Sumber data

Register kohort ibu dan bayi

Laporan SP2TP

SURKESNAS

SURKESNAS

2. Balita kurang gizi

Indikator

1.Jml balita BGM dan TN

2.kasus gizi buruk

1.Prevalensi kurang

gizi/kec

2. Kasus gizi buruk

Prevalensi kurang gizi/kab

Prevalensi kurang gizi prop/kab

Sumber data

1.Rujukan posyandu

2.Validasi kasus

1.PSG balita

2.Lap.KLB

PSG Balita

1.SURKESNAS

2.Analisis PSG

balita

3.Gangguan

pertumbuhan

Indikator

1.Jml balita N/D di posyandu

2.Kasus gizi kurang anak usia sekolah

1.Prevalensi gizi

kurang/kec

2.Kasus gizi kurang anak usia sekolah/ kecamatan

1.Prevalensi gizi

kurang/kab

2.Prevalensi gizi

kurang anak usia

Sekolah/kab-kota

1.Prevalensi gizi

kurang/prop/kab/kota

2.Prevalensi gizi

kurang anak usia

sekolah/prop/kab-kota

Sumber data

1.Rekapitulasi posyandu SKDN, (F3 gizi)

2.Survei TBABS

1.Rekapitulasi kec

2.Hasil.survei TBABS

1.Rekapitulasi Kab/kec

2.Hasil suvei TBABS

1.Rekapitulasi Kab/kec/prop

2.Analisis TBABS

4.KEK (WUS)

Indikator

1.Jml WUS dgn IMT <18.5>

2.Jml WUS dgn LILA <23.5

Prevalensi KEK(WUS)/kec

Prevalensi KEK(WUS)/Kec,Kab

Prevalensi KEK(WUS)/Kec,Kab,Prop

Sumber data

Penemuan/validasi kasus

Hasil survei cepat kec

Hasil survei cepat Kec, Kab

1.SURKESNAS

2.SUSENAS

3.Analisis survei cepat

5.KEK (BUMIL)

Indikator

Jml Bumil dgn Lila <23.5

Prevalensi KEK(BUMIL) /kec

Prevalensi KEK(BUMIL)

/kab

1. Prevalensi KEK(BUMIL)

/prop

2.SUSENAS

Sumber data

validasi kasus

-

SUSENAS

SUSENAS

6. GAKY konsumsi garam beryodium

Indikator

1.Jml TGR anak sekolah

2.Jml UIE anak sekolah

3.Jml rumah tangga mengkon-

sumsi grm beryodium

1.Prevalensi Gondok (TGR)

2.Sebaran

Kecamatan dgn

gondok endemik

3.Perentase rumah tangga mengkonsumsi garam beryodium kec

1.Prevalensi Gondok

2.Sebaran Kec,Kab dgn gondok endemik

3.Presentase rumah tangga mengkonsum-

si grm beryodium kec, kab

1.Prevalensi Gondok

2.Sebaran Kec,kab,prop

dgn gondok endemic

3.Presentase rumah tangga mengkonsumsi

grm beryodium prop

Sumber data


1.Hsl survei GAKY

2.Survei konsumsi grm

beryodium kec

1.Hsl survei GAKY

2.Hsl survei konsumsi grm beryodium kec,

Kab

1.Analisa survey GAKY

2.Analisa survei konsumsi grm beryodium

7.KVA

Indikator

1.Jml anak dgn buta senja

2.validasi kasus xerophthalmia

1.Prevalensi KVA kec

2.Laporan kasus

Prevalensi KVA kec, kab

Prevalensi KVA

Sumber data


Hasil Survei Vitamin A

Hasil Survei Vit.A

Hasil Survei Vitamin A

8.Konsumsi gizi

Indikator

Jml rumah tangga defisit

energi/protein

Prev. rumah tangga defisit

energi/protein kec

Prev. rumah tangga defisit energi/protein kec,kab

Prev. rumah tangga defisit energi/protein

prop

Sumber data


Hasil survei konsumsi gizi

Hasil survei konsumsi gizi

Analisa survei konsumsi gizi

9.Anemia gizi

Indikator


Prevalensi anemia gizi

Prevalensi anemia gizi

Prevalensi anemia gizi

Sumber data




SURKESNAS

10.Gizi darurat

Indikator

Jml balita gizi buruk di tempat pengungsian

Prev.balita gizi buruk di tempat pengungsian

Prev.Balita gizi buruk di tempat pengungsian

Prev.Gizi buruk ditempat pengungsian

Sumber data

Survei cepat

Hasil survei cepat kec

Hasil survei cepat kec,kab

Analisa survei cepat

11.Gizi lebih pd org dewasa

Indikator

Jumlah penduduk dgn IMT >25

Prevalensi IMT > 25 kec

Prevalensi IMT >25 kec,kab

Prevalensi IMT >25 prop

Sumber data

Survei cepat

Hasil survei cepat kec

Hasil survei cepat kec, kab

Analisa survei cepat

12.ASI Eksklusif/

MP-ASI

Indikator

Jumlah anak 0-4 bl yg diberi ASI saja

Presentase anak 0-4 bl yg diberi ASI saja

Presentase anak 0-4 bl yang diberi ASI saja

Presentase anak 0-4 bl diberi ASI saja

Sumber data

Laporan kohort bayi di puskesmas

Hasil laporan

SURKESNAS

SURKESNAS


DAFTAR PUSTAKA

  1. Nasar S dkk, 2006. Pedoman tatalaksana kurang protein. Diakses dari http://www.gizi.net/pedoman-gizi. Diakses tanggal 4 Juni 2009.
  2. Supariasa, I Dewa Nyoman, 2002. Penilaian status gizi. Jakarta : EGC hal 1 - 2.
  3. Direktorat gizi masyarakat. Surveilans gizi. Diakses dari www.gizi.net. Diakses tanggal 4 Juni 2009.
  4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006. Rencana Strategis Departemen Kesehatan tahun 2005 – 2009. Hal 34 – 35.
  5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Riset Kesehatan Dasar Laporan Nasional 2007. Hal 7.
  6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Sumatera Barat, 2008. Hasil Riset Kesehatan Dasar Sumatera Barat 2007. Hal 47 – 48.
  7. Notoatmodjo Soekidjo, Prof, Dr, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat : prinsip – prinsip dasar. Jakarta : Rineka Cipta hal 202 – 203.
  8. Laporan tahunan program gizi Puskesmas Lubuk Kilangan tahun 2008.